-->

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN


  1. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mengetahui pembuatan medium.
  1. Dasar Teori
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).
Menurut (Suryowinoto, 1991) untuk memenuhi faktor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan yang baik mengandung :
1.         Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.


2.         Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media.Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.         Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalamkultur.
4.         Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan.
5.         pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum.Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6.         Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh.Zat pengatur tumbuh.
7.         Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
8.         Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1.Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan.





  1. Metode Kerja
1.      Alat dan Bahan
a.         Alat
Adapun alat yang digunakn pada parktikm ini adalah aluminium foil, autoklaf, botol kultur, botl semprot, bunsen, cawan petri, gelas ukur, gelas kimia, karet gelang pipet ukur, label, labu erlenmeyer, laminar air flow (LAF), neraca analitik, pipet tetes, pH meter, pinset, platik bening, spoitm penegduk, hot palte dan stirrer.
b.        Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah agar-agar, gula larutan stok A (NH4NO3), stok B (KNO3), stok C (KH2PO4, H3BO3, KI, NaMO4, 2H2O, CoCL2.6H2O), stok D (CaCL2, 2H2O), stok E (MgSO4.7H2O & FeSO4.7H2O, CuSO4.5H2O), stok F (Na2EDTA.2H2O & FeSO4.7H2O), stok myo-insosotol, stok vitamin, stok ZPT dan aquades.
2.      Cara kerja
Adapun langkah kerja pada praktikum ini adalah :
1.        Menyiapkan alat yang telah disterilisasi serta bahan-bahannya.
2.        menuangkan aquadest sebanyak 1 liter kedalam erlenmeyer, lalu masukkan stock sesuai ukuran dengan menggunakan pipet ovendoor.
3.        Setelah semua stock dicampurkan maka selanjutnya di homogenkan dan pada saat di panaskan dituangkan  gula dan agar-agar sesuai takaran, serta menentukan pHnya.
4.        Kemudian mengcampurkan larutan tercampur, lalu memindahkan larutan ke gelas ukur dan masukkan kedalam botol kultur dengan hati-hati, lalu di autoclav selama 1 jam dalam suhu 1250C
5.        Media yang telah dibuat dipindahkan ke ruangan penyimpanan selama 2 hari untuk mengetahui apakah larutan jadi media dengan sempurna atau timbul cendawan atau bakteri.
6.        Kemudian dikultur di ruangan sterilisasi.

3.      Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Senin/6 Mei 2013
Pukul             : 13.00 – 15.00 WITA
Tempat          : Laboratorium Botani  Lantai I
                        Fakultas Sains dan Teknologi
                        Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
                        Samata-Gowa.




















  1. Hasil Pengamatan
1.      Hasil pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah :

Hasil dari pembuatan medium
                        Hasil pengamatan membuktikan bahwa medium MS yang telah dilakukan dengan ditandaninya tidak terjadi kontaminasi ataupun encer.
2.      Pembahasan
Adapun pembahasan dari hasil pengamatan diatas adalah:
Media Dasar Murashige Skoog (MS) yang digunakan pada praktikum ini termasuk media kultur yang komposisi unsurnya lebih lengkap dibandingkan media dasar lainnya,walaupun demikian perlu ditambah suplemen seperti air kelapa untuk mendorong pertumbuhan jaringan, akan tetapi pada praktikum ini tidak dilakukan penambahan air kelapa. Keistimewaan media MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang tinggi (Wetter dan Constabel 1991).
Tanaman dalam kultur bersifat heterotrof, yaitu tidak dapat mensintesis suatu senyawa untuk memenuhi kebutuhan karbonnya sendiri. Salah satu komposisi dalam media adalah vitamin. Vitamin yang banyak digunakan adalah thiamin, piridoxin, dan asam nikotinat. sedangkan suplemen organik yang biasa digunakan adalah asam amino, peptone, ekstrak malt, dan ekstrak khamir. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media tergantung kebutuhan kultur. Hal-hal lain yang penting dalam media adalah komposisi agar, pengaturan pH, dan air (Yuwono 2008). Dalam membuat media kultur dari komposisi larutan baku MS dilakukan dengan hanya melarutkan dalam sejumlah tertentu aquades yang kualitasnya memenuhi persyaratan, lalu pH-nya diatur, dimasukkan dalam botol-botol kultur, kemudian disterilkan. (Wetherell 1982). pH diatur dari kisaran 5,6 sampai 5,8 dengan 1N KOH atau 1N HCl. Pengaturan pH ini bertujuan agar menyediakan PH yang cocok untuk pertumbuhan eksplan.Kalau pH kurang dari 5 atau lebih dari 7 akan menghambat pertunbuhan dan perkembangan eksplan. Hal ini terkait dengan pengaruhnya pada ketersediaan unsur hara yang terlarut.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media MS adalah auksin (IAA) dan sitokinin (kinetin). Kedua homon ini mempengaruhi pertumbuhan akar, tunas, dan kalus berdasarkan keseimbangan konsentrasi dari kedua ZPT tersebut yang terkandung dalam media. Pada konsentrasi yang hampir tepat sama antara auksin dan sitokinin akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin lebih besar dari auksin akan menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin lebih besar dari sitokinin akan menginduksi perakaran yang lebi cepat (Trigiano and Gray 2000).
           

.

E.     Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yakni sterilisasi dengan mengunakan autoklaf yang merupakan sterilisasi basah alat-alat yang disterilisasikan adalah cawan petri, botol kultur, cawan petri, corong, gunting, batang pengaduk, spoit, gelas ukur, gelas kimia dan labu erlenmeyer, pada sterilisasi ini membutuhkan waktu 15 menit pada suhu 121oC 1atm. Sterilisasi filtrasi hanya dipakai untuk sterilisasi larutan gula, cairan lain seperti serum atau sterilisasi hasil produksi mikroorganisme seperti enzim dan exotoxin dan untuk memisahkan fitrable virus dan bakteria dan organisme lain.
.



















DAFTAR PUSTAKA

Nugroho A dan Sugito H. 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya: Jakarta
Rahardja PC. 1989. Kultur Jaringan: Teknik Perbanyakan Tanaman secara Modern. Penebar Swadaya: Jakarta.
Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Wetter LR and Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press.






                                           

0 Response to "PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel