ASKEP KELUARGA HIPERTENSI
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN KELUARGA HIPERTENSI\
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi
banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan
bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga
melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan
diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges
(2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita,
Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan
bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi
seperti diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun,
dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan
130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila
tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas
sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita
(1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg
dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih
dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan
sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari
90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang
berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila
dua kali kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran
didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P,
1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para
ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat
yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau
kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala
hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau
gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan
gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ.
Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori
|
Tekanan
sistolik (mmHg)
|
Tekanan
Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
<
130
|
<85
|
Normal Tinggi
|
130-139
|
85-89
|
Hipertensi:
Stage I (ringan)
Stage II (sedang)
Stage III (berat)
|
140-159
160-179
180-209
|
90-99
100-109
110-120
|
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi
Setianto (Depkes, 2007), mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4
tingkatan yaitu normal (SBP = Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan Distole
Blood Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139 mm Hg dan DBP
80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg dan DBP 90-99 mm Hg) dan
hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta,
membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu
tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan
darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114
mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/
krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan
fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih
dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut
melalui TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut,
membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ
target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada
gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera
atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah
dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai
faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi
primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena
retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin,
obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan
karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum,
peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh
obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
penyebab hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok,
hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap
angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal, penyakit
ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan
tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan garam yang
tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal,
tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan
bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen,
rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron
prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion
ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan
konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi
berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang
pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II
yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh
cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler
yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis
hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela
didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan
mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada organ
– organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti
aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer
di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran
darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga
terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita
(2003:64) mengemukakan bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit
kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual,
gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan
mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata,
otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit
kepala, epitaksis.
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan
hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non farmakologis dan
dengan farmakologis. Cara
non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet
rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur
dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis
yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik
seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker
seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti
hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip
menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan
pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya
komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan
mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy
(STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka
morbiditas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi
harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit
hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit
ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan
retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen
Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium
rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan
EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi
ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol
dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi
ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung,
gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
10. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa
pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi
kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung meningkat, perubahan
irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat
hipertensi, penyakit jantung coroner,episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah,
tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas,
depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat
penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan
yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan
kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat
diuritik, adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala
pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu
sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi
nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri
abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas
sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan
obat Bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i.
Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia,
hipotensi postural.
j.
Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko
keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal.
11. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)
a. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi
ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas
berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak
seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala
berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari
kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif
berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang
multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/
harapan tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak
realistis/ metode koping tidak adekuat.
B. KONSEP KELUARGA
1.
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama melalui
ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing mengidentifikasi diri
sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2000).
Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan
bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial setiap
anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga
sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan
perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dalam peranannya dan menciptakan serta mempertahankan budaya.
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan
adanya jaringan kerja dari orang-orang yang secara regular berinteraksi satu
sama lain yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling tergantung dan
mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan (Leininger, 1976).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua
orang atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan
darah, hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan
berinteraksi satu sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan
sosial setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.
B. Tahap dan
Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan Friedman 1998,
ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :
1. Tahap
I : Keluarga Pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap
pernikahan. Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan
yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, merencanakan
keluarga berencana.
2. Tahap II
: Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan
keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III :
Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang
baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan
hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan
beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
4. Tahap IV :
Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu
mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan
belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
5. Tahap V :
Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka
antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan
dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
6. Tahap VI :
Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai anak
terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda
dengan tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga
dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan
anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali
hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari
suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia
pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat
pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang
sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan
anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
8. Tahap
VIII :
Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap
pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri
terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara
generasi.
C. Tipe Keluarga
1. Menurut Maclin, 1988 (dalam
Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti adalah keluarga yang
terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang
sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal
yaitu keluarga yang hanya dengan satu orang yang mengepalai akibat dari
perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari
suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada anak yang tinggal bersama
mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau
lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah
kawin atau bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri
dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota yang tidak menikah hidup
berdekatan dalam daerah geografis.
b. Keluarga non tradisional
1) Keluarga dengan orang tua yang
mempunyai anak tetapi tidak menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
2) Pasangan suami istri yang tidak
menikah dan telah mempunyai anak
3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan
yang berjenis kelamin sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah
4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga
yang terdiri dari lebih satu pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang sama.
2. Menurut Allender dan
Spradley (2001)
a. Keluarga tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu
keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat
2) Keluarga besar (extended family)
yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan
darah, misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi
3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga
yang terdiri dari suami istri tanpa anak
4) Single parent yaitu rumah tangga
yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak angkat, yang
disebabkan karena perceraian atau kematian.
5) Single adult yaitu rumah tangga yang
hanya terdiri dariseorang dewasa saja
6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah
tangga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut.
b. Keluarga non tradisional
1) Commune family yaitu lebih
dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang
tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah
3) Homoseksual yaitu dua
individu yang sejenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah tangga
3. Menurut Carter dan Mc
Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan (2005)
a. Keluarga berantai
(sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah
lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
b. Keluarga berkomposisi yaitu
keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
c. Keluarga kabitas
yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan
D. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari
struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya :
Fungsi keluarga menurut Friedman
(1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2005), yaitu:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan
sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai
budaya anak.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi
keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan
cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap
anggota keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber
daya keluarga.
5. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn
keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan
generasi selanjutnya.
6. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan
kasih saying dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas
keluarga
7. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan
pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk
kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
E. Tugas
Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/
penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui
data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang diaksud adalah:
1. Ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat
keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab dan persepsi
keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga
mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah, bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga
menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah
sifat negative dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system
pengambilan keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit.
3. Ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit, seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan
sakitnya, sifat, dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang
ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
4. Ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan seperti pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga,
upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan
lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata
lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan
keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan keluarga
terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan
fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas
kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah
pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga.
F. Teori Asuhan Keperawatan Keluarga
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh
perawat untuk mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma
kesehatan keluarga maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan
kesanggupan keluarga untuk mengatasinya. (Effendy, 1998)
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian
asuhan keperawatan keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman
(1988), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :
a.
Data Umum
1)
Identitas kepala keluarga
2)
Komposisi anggota keluarga
3)
Genogram
4)
Tipe keluarga
5)
Suku bangsa
6)
Agama
7)
Status sosial ekonomi keluarga
b.
Aktifitas rekreasi keluarga
1)
Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
2)
Tahap perkembangan keluarga saat ini
3)
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
4)
Riwayat keluarga inti
5)
Riwayat keluarga sebelumnya
c.
Lingkungan
1)
Karakteristik rumah
2)
Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
3)
Mobilitas geografis keluarga
4)
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5)
System pendukung keluarga
d.
Struktur keluarga
1)
Pola komunikasi keluarga
2)
Struktur kekuatan keluarga
3)
Struktur peran (formal dan informal)
4)
Nilai dan norma keluarga
e.
Fungsi keluarga
1)
Fungsi afektif
2)
Fungsi sosialisasi
3)
Fungsi perawatan kesehatan
f.
Stress dan koping keluarga
1)
Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan keluarga
2)
Respon keluarga terhadap stress
3)
Strategi koping yang digunakan
4)
Strategi adaptasi yang disfungsional
g.
Pemeriksaan fisik
1)
Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
2)
Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
3) Aspek pemeriksaan fisik
mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut, THT, leher, thoraks,
abdomen, ekstremitas atas dan bawah, system genetalia
4) Kesimpulan dari
hasil pemeriksaan fisik
h.
Harapan keluarga
1)
Terhadap masalah kesehatan keluarga
2)
Terhadap petugas kesehatan yang ada
Ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan saat pengkajian menurut Supraji (2004) yaitu:
a.
Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik,
hal yang perlu dilakukan antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan
dan ramah tamah, menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa
kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga,
menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan
kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
b.
Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan yang dilakukan.
c.
Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh
data y6ang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi
pada pengkajian awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga
hingga penyebab dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar
2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status kesehatan
atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan
2 hal, yaitu:
a.
Anallisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian
dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
b.
Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa
keperawatan meliputi:
1) Masalah (problem) adalah
suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah
kumpulan data subjektif dan objektif.
3) Tanda (sign) adalah
sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari keluarga
secara langsung atau tidak langsung atau tidak yang emndukung masalah dan
penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan
dalam perawatan keluarga mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga
yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)
Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri
dari komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2)
Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini
dapat menjadi masalah actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan
diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E),
sign/symptom (S).
3)
Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga
dan memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari
problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.
Dalam Friedman (!998) diagnosa-diagnosa keperawatan
pilihan NANDA yang cocok untuk praktek keperawatan keluarga seperti tabel
dibawah ini:
Kategori Diagnosa NANDA
|
Diagnosa Keperawatan
|
Persepsi kesehatan-pola manajemen
kesehatan
|
Manajemen kesehatan yang dapat di
ubah
Perilaku mencari sehat
|
Kognitif-pola latihan
|
Kerusakan penatalaksanaan
lingkungan rumah
|
Peran-pola persepsi
|
Kurang pengetahuan
Konflik keputusan
|
Peran-pola hubungan
|
Berduka antisipasi
Berduka disfungsional
Konflik peran orang tua isolasi
social
Perubahan dalam proses keluarga
Perubahan penampilan peran
Risiko perubahan dalam menjadi
orang tua
Perubahan menjadi orang tua
Risiko terhadap kekerasan
|
Koping pola – pola toleransi
terhadap stress
|
Koping keluarga potensial terhadap
pertumbuhan
Koping keluarga tidak efektif :
menurun
Koping keluarga tidak efektif :
kecacatan
|
3.
Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaporkan
dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi
(Efendy,1998).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala
prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
a.
Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis
keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang
mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai berikut :
1.
Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah
3.
Potensi masalah untuk dicegah
4.
Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat
merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan
skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy (1998).
Kriteria
|
Bobot
|
Skor
|
Sifat masalah
|
1
|
Aktual
= 3
Risiko
= 2
Potensial
= 1
|
Kemungkinan masalah untuk
dipecahkan
|
2
|
Mudah
= 2
Sebagian
= 1
Tidak dapat = 0
|
Potensi masalah untuk dicegah
|
1
|
Tinggi
= 3
Cukup
= 2
Rendah
= 1
|
Menonjolnya masalah
|
1
|
Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah = 0
|
Proses scoring dilakukan untuk
setiap diagnosa keperawatan :
·
Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
·
Skor dibagi dengan
angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
·
Jumlahkan skor untuk semua criteria
·
Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)
b.
Rencana
Langkah pertama yang dilakukan
adalah merumuskan tujuan keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau
mengatasi serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson &
Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana
mengatasi problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima
tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan
dilakukan dalam intervensi nantinya adalah sebagai berikut :
1.
Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah
2. Mendiskusikan dengan
keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan meluruskan mengenai
intervensi/interpretasi yang salah.
3. Memberikan penyuluhan atau
menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala,
cara menangani, cara perawatan, cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan
pentingnya pengobatan secara teratur.
4. Memotivasi keluarga untuk
melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
5. Memberikan pujian dan
penguatan kepada keluarga atas apa yang telah diketahui dan apa yang telah
dilaksanakan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan
pada rencana yang telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu :
a.
Sumber daya keluarga
b.
Tingkat pendidikan keluarga
c.
Adat istiadat yang berlaku
d.
Respon dan penerimaan keluarga
e.
Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria dan
standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kerangka kerja
valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas telah
digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai
criteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara
subyektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
subyektif dan obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
(Suprajitno,2004)
DAFTAR
PUSTAKA
Achjar, K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan
Keluarga. Jakarta : Sagung Seto
Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as
Partner, Theory and Practice Nursing. Philadelpia : Lippincott
Anderson.E.T & Mc.Farlane.J.M.2000.Community Health
and Nursing, Concept and Practice. Lippincott : California
Carpenitti, L. J. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta
:EGC
Effendy,N.1998.Dasar-dasar keperawatan Kesehatan
Masyarakat.Jakarta :EGC
Friedman,M.M.1998.Family Nursing Research Theory and
Practice,4th Edition.Connecticut : Aplenton
Iqbal,Wahit dkk.2005.Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori
dan Aplikasi dalam Praktek Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik,
Keluarga.Jakarta : EGC
Suprajitno.2004.Asuhan Keprawatan Keluarga Aplikasi dalam
Praktek.Jakarta :EGC
Wright dan Leakey.1984.Penderita Obesitas.Jakarta :
PT Pustaka Raya
0 Response to "ASKEP KELUARGA HIPERTENSI"
Posting Komentar